Juno Cah Kesesi Pekalongan
Seorang anak yang mempunyai banyak Mimpi untuk di wujudkan,,,,,
Rabu, 19 Desember 2012
CERPEN
KUNCUP BUNGA TERAKHIR
Hujan masih menitik disaat kokok ayam jantan memecah atmosfir sunyi dini hari. Jam menunjukan pukul 03.30. Khasna masih terpekur diatas potongan batang bambu yang terjejer rapi diatas kolam. Waktu seakan tak menghiraukannya. Menenggelamkannya dalam derai air mata sejak dentang tengah malam. Khasna mendongak perlahan. Leher dan pundaknya terasa sedikit pegal. Berdiam dengan posisi yang sama dalam waktu yang cukup lama membuat badannya terasa kaku. Apalagi dengan diselimuti kabut dini hari yang terasa menusuk kulit. Khasna melihat ke langit. Dari balik mata sembapnya, ia melihat kuncup-kuncup fajar mulai merekah. Langit tak lagi segelap malam.
“Astaghfirullahal’adzim.” Khasna bergumam pelan. Dengan kedua telapak tangannya, ia mengusap air mata yang masih saja terus meleleh. Setelah dirasa jiwa dan raganya cukup kuat, Khasna bangkit dari duduknya. Disisingkannya lengan panjang baju tidurnya. Digulungnya dengan teratur kain celana yang menutupi kedua mata kakinya.
Perlahan air dingin membasahinya. Mensucikan setiap jengkal kulit tubuh yang ia basuh. Memberikan kesegaran serta ketenangan pada batinnya yang terguncang. Ia akan bercerita. Menumpahkan segala rasa yang membelenggu pada Tuhannya. Mengadukan tanggungan rasa yang tak mampu ia pikul. Dalam balutan mukena putih bersih, Khasna dengan khusyuk terus bersujud. Tak mempedulikan sajadahnya yang basah oleh derai air mata. Tak mempedulikan waktu yang terus merayap.
Semua
ini bermula ketika ia baru menjadi relawan tenaga pengajar di sebuah daerah
terpencil di Papua. Sejak ia menginjakkan kaki di usia remaja hingga ia berusia
20 tahun saat ini, semangatnya untuk menjadi relawan di daerah terpencil di
Indonesia tak pernah surut. Dan akhirnya mimpi itu terwujud. Di daerah dimana
ia ditempatkan saat ini, Khasna dibantu oleh Mas Kholif dalam tugasnya menjadi
tenaga pengajar. Kebetulan mereka mengajar disekolah yang sama. Mas Kholif
telah menjadi relawan pengajar sejak 3 tahun lalu. Sehingga tidak heran jika ia
lebih akrab dengan masyarakat lokal. Selisih umur mereka yang hanya terpaut 4
tahun, membuat Khasna mudah untuk menjalin komunikasi dengan Mas Kholif.
Sebelumnya Mas Kholif ditempatkan berdua dengan Mas Hanif. Namun tepat 1 bulan
sebelum Khasna datang, Mas Hanif kembali kedaerah asalnya di Purwokerto untuk
menikah.
Pernah suatu hari ketika Khasna mengabsen anak didiknya, dua orang tidak hadir. Ketika ditanyakan pada teman yang lain, “Mereka mencari ulat sagu.” Jawabnya. Khasna heran, “Untuk apa mereka mencari ulat sagu?”
“Sebagai lauk makan siang. Dimusim seperti ini, ulat sagu sedang banyak.” Khasna mual. Perutnya serasa diaduk. Membayangkan hewan gemuk sebesar ibu jarinya menggeliat diatas penggorengan atau diatas api ketika dibakar.
“Hooekk!!” Keringat tiba-tiba membasahi dahinya. Wajah Khasna pucat. Dengan menahan isi perut yang hendak keluar, Khasna berlari keluar ruangan. Pagi tadi dia belum sarapan pagi, sehingga yang keluar hanya air.
“Anda tidak apa-apa, Bu Khasna?” Tanpa disadarinya Mas Kholif suda ada dibelakangnya. Memandang cemas Khasna yang terus memegangi perut. “Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit lelah.” Akunya sedikit berbohong. Ia tak mungkin menceritakan bahwa ia mual setengah mati membayangkan ulat sagu dijadika lauk makan siang. Mungkin itu hal yang wajar bagi penduduk sekitar, namun tidak baginya.
“Hhooeek!!” Khasna mual lagi. Ia harus mengalihkan pikirannya dari ulat sagu itu. Jika tidak dia akan terus muntah-muntah.
“Sebaiknya anda istirahat saja. Biar saya yang menggantikan anda mengajar.” Saran Mas Kholif. Ia sungguh tak tega melihat Khasna yang sudah cukup kurus terlihat makin kurus karena sedang tidak sehat. “Tapi bagaimana dengan kelas anda?” tanya Khasna tak enak.
“Kelas saya sudah selesai. Sebaiknya anda bergegas pulang. Muka anda makin pucat.” Khasna tak membantah. Ia memang harus segera tidur dan bangun dengan harapan telah melupakan mengenai peristiwa ulat sagu itu. “Terima kasih.” Ucap Khsana tulus. Mas Kholif memang baik. Dia memang selalu menolong Khasna setiap dirinya kesusahan.
Siang sangat terik. Hari ini sekolah libur. Salah seorang penduduk berniat untuk membangun rumah. Sehingga seluruh kaum pria, tak terkecuali anak-anak atau remaja, bergotong-royong membantu. Para kaum wanita bekerja didapur. Membuat makanan untuk disantap setelah lelah bekerja.
“Ah, iya. Hari ini aku harus mengambil laporan pengajaran ketika aku ijin pulang kemarin. Semoga Mas Kholif ada dirumah.” Bergegas Khasna mengenakan pakaian panjangnya. Cukup celana panjang longgar dan baju lengan panjang yang menutupi tubuhnya hingga lutut. Ditempatnya sekarang Khsana juga harus menyesuaikan caranya berpakaian. Apalagi melihat keadaan alam tempat ia beraktifitas sekarang dengan ketika ia masih tinggal di Bandung. Sangat berbeda. Celana cukup praktis dan membuatnya leluasa bergerak dibandingkan dengan gamis atau rok panjang yang ia suka kenakan ketika berada di Bandung.
Kebetulan sekali Mas Kholif sedang berada dihalaman rumah ketika Khasna sampai. Hanya satu panggilan, Mas Kholif sudah dapat menyadari kedatangan Khasna.
“Tumbenan main ke rumahku, Dik.” Komentar Mas Kholif. Khasna terkekeh. Oh, iya. Walau disekolah Mas Kholif memanggil Khasna dengan sebutan ‘Bu’, tapi jika diluar lingkungan sekolah Khasna dipanggil dengan sebutan ‘Dik’.
“Ganggu nggak, Mas? Aku cuma mau ngambil laporan pengajaran waktu aku ijin. Ehm, makasih banget lho. Lagi-lagi aku ditolong sama Mas Khollif.” Ujar Khasna rikuh. Yang diberi ucapan terima kasih justru hanya tersenyum. Dimata Khollif pribadi, sosok Khasna ketika mengajar dikelas dengan Khasna ketika diluar lingkungan sekolah, keduanya sangat berbeda. Apalagi jika sedang berbincang dengannya seperti ini, Khasna semakin terlihat seperti gadis remaja. Kedewasaan yang umunya muncul di umur 20 tahun sama sekali tak nampak.
“Astaghfirullah.” Gumamnya. Tiba-tiba ia merasa terkejut dengan pemikirannya mengenai Khasna. Ya Allah, jangan sampai pikiran ini meracuni hatiku, batin Kholif.
“Mas nggumam apa? Ngomong-ngomong laporannya mana?” tanya Khasna, heran dengan sikap Mas Kholif yang dari tadi terdiam.
“Sebentar ya. Tak ambil dulu didalam.” Kholif meninggalkan Khasna yang kemudian asyik berayun di ayunan kayu yang ia buat sendiri.
Hari-hari berjalan dengan lancar sejauh ini. Ia juga merasa semakin lama Mas Kholif semakin terasa dekat. Seperti mempunyai pelindung ditempat yang belum lama ia kenal. Sampai kejadian itu tidak terduga. Datang dengan cepat dan membawa perubahan luar biasa dalam hubungan pertemanan antara kedua insan itu. Sebelumnya khasna tak menemukan tanda-tanda yang berarti pada diri Mas Kholif. Memang sikap Mas Kholif padanya menjadi lebih lembut. Bahkan ia tidak mau bercanda sedikit berlebihan dengan Khasna seperti sebelumnya. Tapi perubahan sikap Mas Kholif tersebut tak membuat Khasna berpikir bahwa Mas Kholif mencintai dirinya. Dan kemudian, lamaran secara tidak langsung itu terucap. Terangkai dengan kata yang sederhana, namun sama sekali tak ada keraguan. Mas Kholif berkata bahwa ia mencintai Khasna bukan karena keadaannya saat ini yang mendesaknnya. Ia tulus mencintai Khasna. Dirinya sendiripun tidak pernah menduga bahwa ia akan jatuh cinta pada Khasna.
Khasna mengakhiri sholat tahajudnya. Hatinya telah lebih tenang. Insya Allah, surat kepada keluarganya yang yang ia kirim seminggu yang lalu mengenai lamaran Mas Kholif pun akan sampai hari ini. Dan setelah keluarga, terutama kedua orang tuanya, memberi jawaban, maka Khasna akan memberi jawaban pada Mas Kholif.
“Pagi, Bu Khasna.” Dari belakang punggungnya Mas Kholif menyapanya yang baru saja sampai. Sikap Mas Kholif tidak berubah setelah kejadian lamaran itu. Dia tidak menjauhi Khasna dan juga tidak berusaha mencari muka. Natural namun tetap bersikap lembut pada Khasna. Terkadang malah Khasna yang dibuat salah tingkah.
“Ah,eh…pagi. Pagi benar, Mas? Eh, maksud saya Pak Kholif.” Khasna tersenyum kecut karena salah tingkahnya barusan. Ugh, malu! Pikir Khasna.
Sorenya surat itu tergeletak didepan pintu rumah Khasna. Dengan tidak sabar, langsung di baca oleh Khasna.
“Subhanallah, terima kasih ya Allah. Ayah dan ibu menerima Mas Kholif.”
Dua minggu kemudian pernikahan sederhana itu berlangsung hikmat. Mas Kholif dan Khasna memutuskan untuk menikah di kota terdekat yang banyak terdapat muslim untuk dijadikan saksi janji suci mereka berdua.
Karena masa tugas yang belum tuntas, untuk sementara mereka akan tetap tinggal di Papua. Namun mereka akui, dalam hati kedua insan yang sedang berbahagia itu, rasa bahagia dan cemas tetap melanda ketika mereka akan bertemu kedua orang tua masing-masing.
Pernah suatu hari ketika Khasna mengabsen anak didiknya, dua orang tidak hadir. Ketika ditanyakan pada teman yang lain, “Mereka mencari ulat sagu.” Jawabnya. Khasna heran, “Untuk apa mereka mencari ulat sagu?”
“Sebagai lauk makan siang. Dimusim seperti ini, ulat sagu sedang banyak.” Khasna mual. Perutnya serasa diaduk. Membayangkan hewan gemuk sebesar ibu jarinya menggeliat diatas penggorengan atau diatas api ketika dibakar.
“Hooekk!!” Keringat tiba-tiba membasahi dahinya. Wajah Khasna pucat. Dengan menahan isi perut yang hendak keluar, Khasna berlari keluar ruangan. Pagi tadi dia belum sarapan pagi, sehingga yang keluar hanya air.
“Anda tidak apa-apa, Bu Khasna?” Tanpa disadarinya Mas Kholif suda ada dibelakangnya. Memandang cemas Khasna yang terus memegangi perut. “Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit lelah.” Akunya sedikit berbohong. Ia tak mungkin menceritakan bahwa ia mual setengah mati membayangkan ulat sagu dijadika lauk makan siang. Mungkin itu hal yang wajar bagi penduduk sekitar, namun tidak baginya.
“Hhooeek!!” Khasna mual lagi. Ia harus mengalihkan pikirannya dari ulat sagu itu. Jika tidak dia akan terus muntah-muntah.
“Sebaiknya anda istirahat saja. Biar saya yang menggantikan anda mengajar.” Saran Mas Kholif. Ia sungguh tak tega melihat Khasna yang sudah cukup kurus terlihat makin kurus karena sedang tidak sehat. “Tapi bagaimana dengan kelas anda?” tanya Khasna tak enak.
“Kelas saya sudah selesai. Sebaiknya anda bergegas pulang. Muka anda makin pucat.” Khasna tak membantah. Ia memang harus segera tidur dan bangun dengan harapan telah melupakan mengenai peristiwa ulat sagu itu. “Terima kasih.” Ucap Khsana tulus. Mas Kholif memang baik. Dia memang selalu menolong Khasna setiap dirinya kesusahan.
Siang sangat terik. Hari ini sekolah libur. Salah seorang penduduk berniat untuk membangun rumah. Sehingga seluruh kaum pria, tak terkecuali anak-anak atau remaja, bergotong-royong membantu. Para kaum wanita bekerja didapur. Membuat makanan untuk disantap setelah lelah bekerja.
“Ah, iya. Hari ini aku harus mengambil laporan pengajaran ketika aku ijin pulang kemarin. Semoga Mas Kholif ada dirumah.” Bergegas Khasna mengenakan pakaian panjangnya. Cukup celana panjang longgar dan baju lengan panjang yang menutupi tubuhnya hingga lutut. Ditempatnya sekarang Khsana juga harus menyesuaikan caranya berpakaian. Apalagi melihat keadaan alam tempat ia beraktifitas sekarang dengan ketika ia masih tinggal di Bandung. Sangat berbeda. Celana cukup praktis dan membuatnya leluasa bergerak dibandingkan dengan gamis atau rok panjang yang ia suka kenakan ketika berada di Bandung.
Kebetulan sekali Mas Kholif sedang berada dihalaman rumah ketika Khasna sampai. Hanya satu panggilan, Mas Kholif sudah dapat menyadari kedatangan Khasna.
“Tumbenan main ke rumahku, Dik.” Komentar Mas Kholif. Khasna terkekeh. Oh, iya. Walau disekolah Mas Kholif memanggil Khasna dengan sebutan ‘Bu’, tapi jika diluar lingkungan sekolah Khasna dipanggil dengan sebutan ‘Dik’.
“Ganggu nggak, Mas? Aku cuma mau ngambil laporan pengajaran waktu aku ijin. Ehm, makasih banget lho. Lagi-lagi aku ditolong sama Mas Khollif.” Ujar Khasna rikuh. Yang diberi ucapan terima kasih justru hanya tersenyum. Dimata Khollif pribadi, sosok Khasna ketika mengajar dikelas dengan Khasna ketika diluar lingkungan sekolah, keduanya sangat berbeda. Apalagi jika sedang berbincang dengannya seperti ini, Khasna semakin terlihat seperti gadis remaja. Kedewasaan yang umunya muncul di umur 20 tahun sama sekali tak nampak.
“Astaghfirullah.” Gumamnya. Tiba-tiba ia merasa terkejut dengan pemikirannya mengenai Khasna. Ya Allah, jangan sampai pikiran ini meracuni hatiku, batin Kholif.
“Mas nggumam apa? Ngomong-ngomong laporannya mana?” tanya Khasna, heran dengan sikap Mas Kholif yang dari tadi terdiam.
“Sebentar ya. Tak ambil dulu didalam.” Kholif meninggalkan Khasna yang kemudian asyik berayun di ayunan kayu yang ia buat sendiri.
Hari-hari berjalan dengan lancar sejauh ini. Ia juga merasa semakin lama Mas Kholif semakin terasa dekat. Seperti mempunyai pelindung ditempat yang belum lama ia kenal. Sampai kejadian itu tidak terduga. Datang dengan cepat dan membawa perubahan luar biasa dalam hubungan pertemanan antara kedua insan itu. Sebelumnya khasna tak menemukan tanda-tanda yang berarti pada diri Mas Kholif. Memang sikap Mas Kholif padanya menjadi lebih lembut. Bahkan ia tidak mau bercanda sedikit berlebihan dengan Khasna seperti sebelumnya. Tapi perubahan sikap Mas Kholif tersebut tak membuat Khasna berpikir bahwa Mas Kholif mencintai dirinya. Dan kemudian, lamaran secara tidak langsung itu terucap. Terangkai dengan kata yang sederhana, namun sama sekali tak ada keraguan. Mas Kholif berkata bahwa ia mencintai Khasna bukan karena keadaannya saat ini yang mendesaknnya. Ia tulus mencintai Khasna. Dirinya sendiripun tidak pernah menduga bahwa ia akan jatuh cinta pada Khasna.
Khasna mengakhiri sholat tahajudnya. Hatinya telah lebih tenang. Insya Allah, surat kepada keluarganya yang yang ia kirim seminggu yang lalu mengenai lamaran Mas Kholif pun akan sampai hari ini. Dan setelah keluarga, terutama kedua orang tuanya, memberi jawaban, maka Khasna akan memberi jawaban pada Mas Kholif.
“Pagi, Bu Khasna.” Dari belakang punggungnya Mas Kholif menyapanya yang baru saja sampai. Sikap Mas Kholif tidak berubah setelah kejadian lamaran itu. Dia tidak menjauhi Khasna dan juga tidak berusaha mencari muka. Natural namun tetap bersikap lembut pada Khasna. Terkadang malah Khasna yang dibuat salah tingkah.
“Ah,eh…pagi. Pagi benar, Mas? Eh, maksud saya Pak Kholif.” Khasna tersenyum kecut karena salah tingkahnya barusan. Ugh, malu! Pikir Khasna.
Sorenya surat itu tergeletak didepan pintu rumah Khasna. Dengan tidak sabar, langsung di baca oleh Khasna.
“Subhanallah, terima kasih ya Allah. Ayah dan ibu menerima Mas Kholif.”
Dua minggu kemudian pernikahan sederhana itu berlangsung hikmat. Mas Kholif dan Khasna memutuskan untuk menikah di kota terdekat yang banyak terdapat muslim untuk dijadikan saksi janji suci mereka berdua.
Karena masa tugas yang belum tuntas, untuk sementara mereka akan tetap tinggal di Papua. Namun mereka akui, dalam hati kedua insan yang sedang berbahagia itu, rasa bahagia dan cemas tetap melanda ketika mereka akan bertemu kedua orang tua masing-masing.
PENA AJAIB
Cerpen Lia Ramadhanny C
April
itulah namaku seorang mahasiswa di salah satu kampus di Jakarta . kisah ku
memang sedikit aneh tapi inilah kisah ku
Semua berawal dari liburan semesterku telah selesai waktunya untukudan semua mahasiswa untuk masuk ke campus . aku memang bukan murid baru tapi seminggu tidak pergi ke kampus serasa sperti murid baru. Aku juga punya sahabat sejak smp dan anehnya kami selalu bersama mereka adalah anisa dan eric. Di kampusku ada sebuah taman yang kusus bagi anak popular. Di kampusku suatu kehormaatan dapat duduk di taman iti.
Aku mulai pergi ke kelas ku karena ada mata kuliah pagi .tiba –tiba ada bola basket menghantam kepalka ku " BRAAK!".
Semua berawal dari liburan semesterku telah selesai waktunya untukudan semua mahasiswa untuk masuk ke campus . aku memang bukan murid baru tapi seminggu tidak pergi ke kampus serasa sperti murid baru. Aku juga punya sahabat sejak smp dan anehnya kami selalu bersama mereka adalah anisa dan eric. Di kampusku ada sebuah taman yang kusus bagi anak popular. Di kampusku suatu kehormaatan dapat duduk di taman iti.
Aku mulai pergi ke kelas ku karena ada mata kuliah pagi .tiba –tiba ada bola basket menghantam kepalka ku " BRAAK!".
"
aduh " kataku sambil memengangi kepala ku.
"
lo ngakk papa kan" kata salah satu pemain basket
"
gue ngakk papa" jawab ku singkat .
"
ouw ya kita kan blum knalan nma ku Daniel".
"
nama ku april ".
"
Udah dulu ya daaaaaa" entah kenapa aku mulai suka sama cowok itu
soalnya dia itu tinggi’pinter main basket,ganteng,pinter,popular
tapi s ayang dia udah punya pacar namanya Kellydia juga salah satu anak
puler walaupun soal nilai masih bagu nilai ku .
Setelah
selesai kuliah aku melihat brosur perlombaan desainer .aku yang kebetulan
sangat inggin menjadi desainer dan mengambil jurusan desainer .anisa dan
eric serta teman –teman ku mendukung ku .pada hari minggu aku dan eric serta
anisa pergi ke salah satu tempat perbelanjaan untuk membeli kain aku
bertemu dengan Kelly dan teman-temanya lalu ia menghampiri ku
"
ehh april kamu ikut lomba yaa" katanya dengan nada seperti meremeh
kan ku .
"
iya" jawab ku dengan nada pelan .
"
beli kain yaa coba aku lihat" lalu ia mengambil bungkusan
yang aku bawa dengan kasar seperti merebut
" ouw kain kayak ngini (Kelly dan temen-temenya tertawa) kain murahan lihat kain ku ini baru namanya kain merek italia ini kain apaan" anisaa sangat tidak terima lalu ia berkata
" ouw kain kayak ngini (Kelly dan temen-temenya tertawa) kain murahan lihat kain ku ini baru namanya kain merek italia ini kain apaan" anisaa sangat tidak terima lalu ia berkata
"
mau kain dari italia atau dari honkong kalau yang desain elow kayak
baju badut tauw ". Low berani am ague’ jawab Kelly marah.
"
tentu aja berani ngapain takut sama k-e-l-l-y " sambung
eric
kelly
pun marah
"
awas lho lihat aja di peerlombaa low bakal kalah". kita lihat aja
jawab eric dan anisa secara serentak
Aku pun membeli kain lagi lalu kata penjualnya kalian janggan takut dengan Kelly aku juga tidak dapat kulah karna nya kata penjual kain untuk kain yang itu kamu dapat hadiah pena . setelah dadari pusat perbelanjaan. aku pun seegera membuat desain dengan pena di beri penjual toko.
Pena itu seperti memberi semangat dan apaun yang aku gambar di kertas serasa bagus pegumuman desainer pun telah tiba teryata nila scor ku dan Kelly pun sama situasi pun semakin memanas lalu kata juri akan di buat satu babak lagi yaitu hanya desain ku dan desain Kelly .aku pun mulai membuat desain tapi penaajaib ku hilang tapi Daniel meyakinkan ku memang sejak aku terkena bola basket itu daniel menjadi dekat dengan kumungkin itu sebabnya Kelly marah . Daniel meyakinkan ku katanya “ bukan pena nya tapi keahlian ku dalam mendesain dan semangat ku untuk menang .
Perlombaan desain pun dimulai mungkin aku harus pasrah kalau aku kalah dari Kelly .namun nasib berkata lain pemenangnya adalah aku karena babak ini juri nya adalah konsume karena kata konsumen desain milik ku model nya bagus dan murah sementara Kelly desainya bagus tapi mahal dan cara merawatnya juga lumayan susah . setelah satu minggu Daniel menembang ku aku terasa ngakk percaya tapi dengan bodohnya aku bilang ‘ kamu kan sudah punya Kelly” . “Kelly teryanta dia menduakan ku selama ini” .jawab ku ngimana yaaa ya udah “ akhirnya aku dan Daniel resmi pacaran . est satu lagi daniel benar bukan pena ajaib tapi semangat dan keahlian seseorang akan membawa sukses.
Aku pun membeli kain lagi lalu kata penjualnya kalian janggan takut dengan Kelly aku juga tidak dapat kulah karna nya kata penjual kain untuk kain yang itu kamu dapat hadiah pena . setelah dadari pusat perbelanjaan. aku pun seegera membuat desain dengan pena di beri penjual toko.
Pena itu seperti memberi semangat dan apaun yang aku gambar di kertas serasa bagus pegumuman desainer pun telah tiba teryata nila scor ku dan Kelly pun sama situasi pun semakin memanas lalu kata juri akan di buat satu babak lagi yaitu hanya desain ku dan desain Kelly .aku pun mulai membuat desain tapi penaajaib ku hilang tapi Daniel meyakinkan ku memang sejak aku terkena bola basket itu daniel menjadi dekat dengan kumungkin itu sebabnya Kelly marah . Daniel meyakinkan ku katanya “ bukan pena nya tapi keahlian ku dalam mendesain dan semangat ku untuk menang .
Perlombaan desain pun dimulai mungkin aku harus pasrah kalau aku kalah dari Kelly .namun nasib berkata lain pemenangnya adalah aku karena babak ini juri nya adalah konsume karena kata konsumen desain milik ku model nya bagus dan murah sementara Kelly desainya bagus tapi mahal dan cara merawatnya juga lumayan susah . setelah satu minggu Daniel menembang ku aku terasa ngakk percaya tapi dengan bodohnya aku bilang ‘ kamu kan sudah punya Kelly” . “Kelly teryanta dia menduakan ku selama ini” .jawab ku ngimana yaaa ya udah “ akhirnya aku dan Daniel resmi pacaran . est satu lagi daniel benar bukan pena ajaib tapi semangat dan keahlian seseorang akan membawa sukses.
PENANTIAN DAN HARAPAN
Teriknya
mentari tak menyuluhkan semangatku untuk mencari dia sang belahan jiwaku. Ku
telusuri kota ini ku tanyakan kepada semua orang di pinggir jalan dimana
rumahnya . Hari pertama nihil tak menemukan informasi satu pun yang ku dapatkan
tentang keberadaan dirinya tapi aku tak kan pernah surut semangatku untuk tetap
mencari keberadaan dirinya.
Esoknya aku mencoba mencari dirinya tak jua menemukan informasi tentang keberadaan dirinya sampai akhirnya ku cari informasi di salah satu teman dekatnya . Dan teman dekatnya tahu di mana keberadaan dia sekarang ketika ku dengar pernyataan itu hatiku serasa bahagia dan riang sekali . Saat itu juga aku pergi ke rumahnya di perjalanan menuju rumahya ku berdo’a semoga saja dia tak melupakan aku dan dia belum jadi milik orang lain .
Sesampainya disana ku ketok pintu rumahnya secara perlahan . Pintu itu terbuka dan ada seorang wanita yang cantik dan anggun berdiri di depanku . Cari siapa mas, “sapa wanita itu dengan lemah gemulai”, saya mencari pemilik rumah ini, “jawabku”. Oh saya sendiri pak silahkan masuk, silahkan duduk pak, “kata wanita itu dengan senyuman yang manis”. Oh tuhan apakah dia shinta dambaan hatiku apakah aku hanya mimpi ku terpesona melihat wanita itu dia anggun dan sangat sempurna bagi aku .
Pak ada keperluan apa mencari saya, “sahut waita itu”, Shinta apa kamu tidak mengenali saya, saya ini Dika temen SMP kamu waktu dulu, “jawabku sambil menaruh harap agar dia tak melupakan aku”. Dika…..temenku SMP tunggu aku ingat-ingat dulu, “sahut Shinta”, ku berharap semoga ia ingat denganku lama aku menanti jawabanya sampai akhirnya , oh….. aku ingat kamu Dika yang waktu dulu suka membantu aku bila ada seseorang yang sedang mengganggu aku , lama ya kita tak berjumpa dan terima kasih dulu kamu sudah banyak menolong aku , aku tak mungkin melupakan kamu bagi aku kamu adalah malaikat hidupku, “jawab Shinta”.
Esoknya aku mencoba mencari dirinya tak jua menemukan informasi tentang keberadaan dirinya sampai akhirnya ku cari informasi di salah satu teman dekatnya . Dan teman dekatnya tahu di mana keberadaan dia sekarang ketika ku dengar pernyataan itu hatiku serasa bahagia dan riang sekali . Saat itu juga aku pergi ke rumahnya di perjalanan menuju rumahya ku berdo’a semoga saja dia tak melupakan aku dan dia belum jadi milik orang lain .
Sesampainya disana ku ketok pintu rumahnya secara perlahan . Pintu itu terbuka dan ada seorang wanita yang cantik dan anggun berdiri di depanku . Cari siapa mas, “sapa wanita itu dengan lemah gemulai”, saya mencari pemilik rumah ini, “jawabku”. Oh saya sendiri pak silahkan masuk, silahkan duduk pak, “kata wanita itu dengan senyuman yang manis”. Oh tuhan apakah dia shinta dambaan hatiku apakah aku hanya mimpi ku terpesona melihat wanita itu dia anggun dan sangat sempurna bagi aku .
Pak ada keperluan apa mencari saya, “sahut waita itu”, Shinta apa kamu tidak mengenali saya, saya ini Dika temen SMP kamu waktu dulu, “jawabku sambil menaruh harap agar dia tak melupakan aku”. Dika…..temenku SMP tunggu aku ingat-ingat dulu, “sahut Shinta”, ku berharap semoga ia ingat denganku lama aku menanti jawabanya sampai akhirnya , oh….. aku ingat kamu Dika yang waktu dulu suka membantu aku bila ada seseorang yang sedang mengganggu aku , lama ya kita tak berjumpa dan terima kasih dulu kamu sudah banyak menolong aku , aku tak mungkin melupakan kamu bagi aku kamu adalah malaikat hidupku, “jawab Shinta”.
Mendengarkan jawaban dari Shinta hatiku senang sekali ternyata dia ingat kepadaku dan juga dia menganggap aku adalah pahlawan baginya sekarang apakah Shinta menaruh hati padaku atau tidak . Shin….. tujuanku kesini sebenernya ingin mengungkapkan perasaan yang lama sekali aku pendam, “kataku dengan hati yang tak karuan”, perasaan apa, “jawabnya”. Sebenarnya aku malu mau mengatakan semua ini tapi aku tak bisa memendam semuanya, sebenarnya aku….. aku……aku….. jatuh cinta padamu sejak waktu kita duduk di bangku kelas 1 SMP tapi aku tak berani mengungkapkanya ku coba untuk melupakanmu tapi aku tak bisa ku terus memikirkanmu , kamu tidak marahkan mungkin semua ini tak pantas diucapkan karna ku tahu kamu pasti sudah dimiliki oleh orang lain mungkin orang itu lebih sempurna dari pada aku, “jawabku sembari menaruh harapan kalau dia merespon kata-kataku dengan baik”.
Dika…. Maaf aku juga suka sama kamu tapi hanya sebatas teman akrab saja tidak lebih dan aku juga shok mendengar semua perkataanmu itu aku tak tau kalau kamu menaruh perasaan padaku aku jadi merasa bersalah dan asalkan kamu tahu ya aku ini belum menikah aku ini masih single, “jawabnya”. Aku sedih mendengarkan jawaban dari Shinta tapi disisih lain aku juga senang ternyata Shinta masih single. Shin maaf sebenarnya aku juga ingin melupakan kamu tapi aku tak bisa setiap aku mencoba untuk melupakanmu akhirnya aku malah makin cinta padamu, “jawabku”. Sekarang saya Tanya sama kamu emangnya kamu masih sendiri toch koq bilang seperti itu sama saya, “tanyanya”. Sekarang aku bingung mau menjawab bagaimana jika aku bilang kalau aku sudah menikah nantinya Shinta menjauh dariku karna dia tak mau mengganggu hubunganku jika aku bilang belum menikah nantinya Shinta akan marah dan benci padaku sekarang aku harus jawab bagaimana ku coba untuk berfikir sejenak, Shin sebenernya aku ini sudah menikah tapi aku serius sama kamu aku ingin kita ini bersatu dalam satu ikatan janji suci jujur aku ingin sekali memilikimu dan menjadi pendamping hidupmu, “jawabku.
Shinta hanya terdiam membisu ku harap Shinta tidak marah kepadaku atau benci kepadaku . Shin kenapa denganmu apa kamu marah denganku, “tanyaku”, aku tak tahu aku juga bingung tapi kalau begini ceritanya kamu lupakan aku saja dan kamu bersama istri dan anak-anak mu pasti kamu lebih bahagia dari pada dengan ku, “jawabnya”. Aku termenung dan pulang dengan keadaan yang galau aku bingung harus bagaimana tapi ku tak menyerah ku tetap berharap agar dia jadi miliku seutuhnya .
Esoknya ku datang kembali ke rumahnya untuk sampainya di sana Shinta menyambutku dengan ramah dan anggun. Shin kemarin kamu tidak marah denganku, “tanyaku dengan penuh harapan”. Shinta hanya terdiam saja aku jadi semakin bersalah kepadanya mungkin karena ucapanku kemarin Shinta jadi ilfil padaku. Selang waktu kemudian Shinta tersenyum padaku hal ini sangat membuatku bingung . Kenapa Shinta tersenyum padaku apa dia tidak marah padaku atau hanya memberiku senyuman terakhir, “tanyaku dalam hati”.
Dik……, kenapa aku harus marah padamu kamu itu tidak punya salah kepadaku, sebenarnya tadi malam aku merenungi semua ucapanmu kemarin dan aku sudah punya jawaban untuk kamu tentang pertanyaanmu itu, “jawabnya dengan senyum manisnya itu yang membuatku terjatuh pilu”. Apa jawabanya Shin aku jadi deg…deg….kan nich, “jawabku dengan riang dan penuh harapan semoga Shinta menerimaku untuk jadi pendamping hidupnya”. Dik setelah aku pikir-pikir sebenarnya aku juga suka sama kamu bukan sebagai teman akrab saja tapi lebih dari itu yaitu jadi pendamping hidupku untuk selamanya, “jawabnya”. Mendengar jawaban dari Shinta aku merasa hidupku sangat sempurna dan tak akan ku lupakan dalam hidupku.
Aku bersyukur kepada tuhan akhirnya Shinta menerima ku juga tak ada lagi beban dalam hidupku semuanya karena Shinta cinta pertamaku yang dulu sempat hilang kembali lagi kepadaku membawa cerita yang tak ingin ku lupakan dalam hidupku . Walau sesungguhnya ada permintaan shinta yang tak mungkin aku lakukan . Shinta memintaku untuk menceraikan istriku tapi aku tak bisa karena sesungguhnya aku juga sangat mencintai istriku dan anak-anak ku tapi saat itu aku menyetujui permintaan Shinta.
Hari demi hari ku lalui dengan menjalin hubungan dengan Shinta tanpa sepengatahuan istriku . Sampai suatu ketika Shinta bilang kepadaku bahwa ingin mengakhiri hubungan ini saja karena baginya harapan untuk bersamaku sangat tipis dan dia tak ingin menyakiti hati istri dan anak ku . Saat itu aku tetap meyakinkan Shinta untuk tetap bersamaku aku tak ingin berpisah dengan Shinta . Aku sangat mencintainya dan ingin menjadikan shinta istriku
Tapi semakin lama Shinta terus menjauhi aku , aku bingung dengan keadaan ini mengapa Shinta menjauhi aku. Padahal aku sangat mencintainya dan ingin menjadikan dia pendamping hidupku. Sampai akhirnya aku ajak Shinta ketemuan awalnya Shinta menolak tapi aku terus memaksa dan akhirnya Shinta menerima ajakanku . Shin kenapa kamu menghindar sama aku “tanyaku”, Sebenarnya aku tak ingin menjauhi kamu tapi keadaan yang memisahkan kita aku gak bisa terus bersamamu aku gak mau membuat kamu berpisah dengan keluarga-keluarga kamu yang kamu sayangi maafin aku dik tapi aku tak bisa meneruskan hubungan ini kita berakhir sampai di sini saja lupakan aku dan kembalilah ke keluarga yang menyayangimu seutuhnya “jawab Shinta”.
Mendengar jawaban dari Shinta ku tak bisa omong apapun aku sangat sedih aku terpukul . Sejak itu aku tak bertemu Shinta lagi aku coba datang kerumahnya tapi Shinta sudah pindah keluar kota . Aku mencoba melupakan Shinta tapi aku tak bisa ku sangat terpukul sampai aku sadar ku tak bisa selamanya seperti ini aku mempunyai keluarga yang menyayangiku . Sebenarnya aku juga sayang kepada keluargaku aku harus bisa melupakan Shinta .
Hari demi hari aku lewati dan akhirnya aku bisa melupakan Shinta dan bahagia dengan keluargaku ini.
surat terakhir buat kakak...
“boleh
jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu
tidak mengetahui”
Sejenak kumenghentikan bacaanku, begitu makna Al-Baqarah ayat 216 aku pernah mendengarnya, rupanya orang mengutipnya dari sini, sebagai pengobat saat kuharus mengakui satu hal yang membuatku membenci keadaan ini
Aku menutup Al-Qur’anku tanpa menyelesaikan sampai maqro, tanpa Shadaqallah untuk mengakhirinya. Rasanya lidahku tak bisa membaca kalam Illahi itu dengan benar, percuma tak ada lagi teguran saat aku salah melafalkan tajwid maupun makhraj. Semua tak lagi kudapat semenjak orang itu diam dan tak bergerak sama sekali.
Katanya aku terlalu dini untuk mengerti semua ini, usia 12 tahun terlalu kecil untuk memahami yang sedang terjadi. Orang dewasa mana yang mengerti perasaanku bahwa aku sangat takut.
“Mifa, udah ngajinya” aku menengadah setelah membenamkan wajahku di samping orang yang saat ini masih tetap istiqomah dengan tidur panjangnya, aku menatap wanita yang berdiri dekat tempat dudukku, lalu kembali menatap orang itu yang wajahnya terhalang oleh ETT yang menerobos tenggorokannya, padahal jika tak ada alat itu ia begitu tampan.
“makan dulu ya, Ayah nunggu di kantin, biar kakak bunda yang jaga” bujuknya sambil mengelus kepalaku yang terbalut kerudung biru tua, warna favorit kakak.
Aku mengangguk pelan dan meletakkan Al-Qur’anku di atas meja, berat kakiku meninggalkan ruangan itu, ruangan dingin yang seminggu ini menjadi rumah kedua kami.
***
Azam, begitulah orang memanggilnya, ia akan protes bila aku memanggilnya kazam, kak Azam, itulah maksudku.
Jika orang bercerita tentang pacarnya, ayah atau bundanya, maka aku ingin menceritakan tentang kakakku, kakak juara satu yang kumiliki, kakak terhebat yang kuteriakan namanya agar semua tau, tak ada yang kubanggakan selain dia.
“kehidupan ini seperti ikhfa, samar. Nikmat yang Allah limpahkan itu seperti Idzhar, jelas”
“jadi hukum nun mati bertemu fa itu apa? Ikhfa atau Idzhar?”
“huruf Ikhfa ada berapa, lima belas” kak Azam belum kasih tau semuanya
“kalau Idzhar, kakak udah kasih tau, kan, apa Fa termasuk di dalamnya?”
“tidak”
“nah, sekarang kau tentu tau jawabannya, satu lagi yang mesti dibiasakan, panggil kakak aja, ga usah pake nama ga sopan”
Baru setahun ini kak Azam mengajarku, yang saat itu aku baru menamatkan iqro enam, saat itu ia masih terlihat baik-baik saja meski tubuhnya terlihat semakin kurus, aku tak tau apa yang terjadi, setauku kak Azam pulang dari pesantren karena sudah selesai Tsanawiyyah dan akan melanjutkan ke Aliyyah di pesantren yang berbeda.
Awalnya aku mengiyakan, karena alasan cukup berlogika, namun hampir sebulan pasca tahun ajaran baru, kak Azam belum mengurusi pendaftaran ke Aliyyah manapun dan tak ada tanda akan kembali ke ponpes, aku mulai curiga, hingga akhirnya tau semua yang disembunyikan.
“emang Mifa gak ingin ya, kakak tetap dirumah?” tanyanya saat aku bertanya kenapa belum kembali kepesantren
“yee, tidak kak, malah Mifa seneng, kan kakak bisa ngajarin Mifa sampai khatam” jawabku sambil memperhatikan kak Azam yang sibuk dengan notebooknya
“Mifa tau ga siapa yang menghidupkan kita” tanyanya
“Allah..!” jawabku enteng
“kalau begitu, Allah juga yang mematikan kita, nah kalo urusan mati, mau kakak dulu atau Mifa dulu?”
Sejenak aku diam dan berfikir “yang tua dulu dong kak, haha” candaku
Kak Azam tertawa pelan “kalo benar kakak mati duluan, Mifa jangan nangis ya, kan Mifa sendiri yang minta, hehe!”
“yee pede, sayang tau air mata Mifa kalau hanya untuk nangisin kakak” celetukku, padahal aku begitu takut jauh darinya, jangankan untuk mati, waktu dia di pesantren saja, aku suka nangis sendiri ngangenin dia.
Tidak adakah kata yang lebih sederhana untuk mengganti nama penyakit kanker atau karsinoma nasofaring lebih tepatnya, sehingga musibah ini tak perlu seperti kisah novel atau sinetron, hingga tak membuatku berdiri di puncak ketakutan yang maha tinggi, tidak adakah pilihan lain, Yaa Allah..?
Bagiku kak Azam begitu istimewa, sehingga Engkau perintahkan sel-sel jahat itu bersarang di belakang rongga hidungnya, bahkan kini telah menyebar pada organ tubuh lainnya, dan dengan mudah Engkau mengambilnya dari sisi kami. Tidak adakah cara yang lebih halus untuk ia memenuhi panggilan-Mu Yaa Allah..?
Aku tak suka kakak ku melawan penyakit itu hingga ia menitikan air mata menahan sakit yang membabi buta ketika radioterapi menyebabkan beberapa komplikasi. Aku tidak suka wajah tampannya terenggut akibat pembengkakan pada leher hingga wajah, apalagi suara indahnya yang ikut terampas, suara indah yang hanya dia yang punya, yang mengantarnya menjadi Qori internasional 3 tahun lalu, suara indah yang kudengar ba’da magrib dan subuh di balik pintu itu.
Bagaimana bisa Yaa Allah, Kau buat orang sebaik dia menderita seperti itu bahkan masih bisa mengatakan apa yang ia terima adalah sesuatu yang baik.
“bagi orang-orang beriman, segala keadaan tetap akan menjadi kebaikan, Rasulullah bersabda seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu menjadi baik baginya, jika ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya, jika ia tertimpa kesusahan ia bersabar dan itu baik baginya” katanya saat aku menangis di samping pembaringannya, suaranya yang pelan dan parau membuat tangisku semakin hebat
“katanya Allah itu maha adil, tapi kenapa Dia memberikan penyakit itu pada kakak, kakak kan rajin sholat, puasa sunnat dan rajin baca Al-Qur’an juga bahkan hampir hafal semuanya, kenapa gak orang jahat aja yang punya penyakit itu?”
“kakak juga rajin marahin kamu” ia tertawa pelan sambil mengelus rambutku yang tergerai, mata cekungnya yang mulai mengabur menatapku
“Mifa rela dimarahin terus, asal kakak tetap bersama Mifa”
Ia tersenyum merengkuhku hangat meski tubuhnya begitu dingin. “Allah sayang kakak, Mifa juga Bunda dan Ayah, Dia yang berkuasa atas hidup mati kita, terserah Dia mau apakan kita, tinggal kita menerima dengan ikhlas”
Ia sungguh dewasa, 3 tahun jauh dari Ayah Bunda membuatnya menjadi pribadi yang bijak, usianya 16 tahun tapi pemikirannya jauh dari anak-anak di atasnya.
“Mifa, kenapa makanannya dibiarkan begitu?” aku terhenyak menatap ayah yang sudah kembali dari sholat Isya, wajahnya mirip kak Azam, aku tau lelaki tua itu lebih takut kehilangan puteranya, tapi setidaknya ia sudah menghabiskan banyak waktu bersama kak Azam, sementara aku baru setahun bisa dekat dengannya, Ahh setidaknya Allah memberi kesempatan.
“Ayah tau ga, kenapa Mifa ga ingin ke pesantren seperti kak Azam” ayah diam menungguku menjawab sendiri pertanyaan itu.
“karena Mifa ingin selalu bersama ayah bunda, tapi kak Azam mengajarkan satu hal, semakin jauh jarak anak dan orang tua, semakin dekat batin keduanya, lulus SD nanti Mifa ingin ke pesantren, yah..!”
Ayah mencium puncak kepalaku, aku menangis dalam pelukannya.
***
Aku, Ayah dan Bunda berdiri di samping kak Azam yang telah membuka mata, bahagia bukan buatan saat Bunda memberitahu bahwa kak Azam sudah sadar dari koma, ia tersenyum tipis padaku, ia sudah tak bisa bicara lagi penyakit itu telah merusak pita suaranya yang indah, yang dibanggakan semua orang saat suara itu menggemakan kalam-kalam Illahi.
“kok aneh ya, suara kak Azam indah?”
“karena nama kakak Azam, makanya suaranya sebening air zamzam, jadi jangan panggil kakak dengan nama jelek itu lagi..!” bangganya sambil melempar bantal ke arahku.
Aku cemberut “mentang-mentang udah terkenal, aku do’ain suaranya jadi jelek kayak bebek”
Tadinya aku hanya bercanda, tapi ternyata bagi Allah itu benar-benar do’a, aku sedih, menyesal seharusnya aku tidak bermain-main dengan lisanku.
“apa kak, kakak ingin bicara apa?” tanya bunda melihat bibir kak Azam bergerak kecil.
Kak Azam menatapku lalu melirik al-Qur’an di atas meja. Aku tau maksudnya, segera aku meraihnya dan duduk di kursi hati-hati ku buka surah al-Mulk, surah favorit kak Azam yang seminggu ini kucoba hafalkan, aku ingin seperti dia yang hafal surah-surah selain juz ‘amma.
??? ???? ?????? ??????
????? ???? ???? ????? ? ???????? ???????
Aku memulai, ayah diam menyimak, bunda mendekap kak Azam yang menatapku serius. Keadaan sunyi, hanya suaraku yang menjadi pengiring malam ini. Mengundang seseorang masuk dan makin banyak yang mengikuti, aku tak tau siapa itu, kehadirannya menghangatkan ruangan ini, mereka menyaksikan adegan mengharu biru ini.
“ma..hh.a..sih” ujarnya sangat pelan begitu aku selesai membaca kalam Allah itu. Aku perhatikan wajahnya diguyur keringat dingin bercampur debit darah yang deras meluncur dari dalam hidungnya, sederas air mataku yang tanpa kusadar sudah berlompatan dari kelopak mataku, napasnya memberat dan tubuhnya melemas, ia kembali tidur, tapi bukan untuk bangun kembali.
Ibu menangis ketika ayah mengucapkan “Innalillahi wainnailaihiroji’un” kalimat itu bagai hantaman batu-batu ababil, tapi air mata ini tak bisa mengubah ketentuan-Mu Yaa Allah, aku pernah bilang tidak akan menangis jika dia Engkau panggil, tapi aku tak bisa melakukan itu.
“tahukah kau, Mifa, saat kau baca kalam Illahi itu, para malaikat berjalan di belakang Izroil, membacakan doa buat kakakmu, menjemputnya menuju kebahagiaan yang sebenarnya, sungguh orang yang menganggap cobaan berat yang menimpa itu sesuatu yang baik, maka ia adalah sungguh-sungguh manusia terbaik”
Sejenak kumenghentikan bacaanku, begitu makna Al-Baqarah ayat 216 aku pernah mendengarnya, rupanya orang mengutipnya dari sini, sebagai pengobat saat kuharus mengakui satu hal yang membuatku membenci keadaan ini
Aku menutup Al-Qur’anku tanpa menyelesaikan sampai maqro, tanpa Shadaqallah untuk mengakhirinya. Rasanya lidahku tak bisa membaca kalam Illahi itu dengan benar, percuma tak ada lagi teguran saat aku salah melafalkan tajwid maupun makhraj. Semua tak lagi kudapat semenjak orang itu diam dan tak bergerak sama sekali.
Katanya aku terlalu dini untuk mengerti semua ini, usia 12 tahun terlalu kecil untuk memahami yang sedang terjadi. Orang dewasa mana yang mengerti perasaanku bahwa aku sangat takut.
“Mifa, udah ngajinya” aku menengadah setelah membenamkan wajahku di samping orang yang saat ini masih tetap istiqomah dengan tidur panjangnya, aku menatap wanita yang berdiri dekat tempat dudukku, lalu kembali menatap orang itu yang wajahnya terhalang oleh ETT yang menerobos tenggorokannya, padahal jika tak ada alat itu ia begitu tampan.
“makan dulu ya, Ayah nunggu di kantin, biar kakak bunda yang jaga” bujuknya sambil mengelus kepalaku yang terbalut kerudung biru tua, warna favorit kakak.
Aku mengangguk pelan dan meletakkan Al-Qur’anku di atas meja, berat kakiku meninggalkan ruangan itu, ruangan dingin yang seminggu ini menjadi rumah kedua kami.
***
Azam, begitulah orang memanggilnya, ia akan protes bila aku memanggilnya kazam, kak Azam, itulah maksudku.
Jika orang bercerita tentang pacarnya, ayah atau bundanya, maka aku ingin menceritakan tentang kakakku, kakak juara satu yang kumiliki, kakak terhebat yang kuteriakan namanya agar semua tau, tak ada yang kubanggakan selain dia.
“kehidupan ini seperti ikhfa, samar. Nikmat yang Allah limpahkan itu seperti Idzhar, jelas”
“jadi hukum nun mati bertemu fa itu apa? Ikhfa atau Idzhar?”
“huruf Ikhfa ada berapa, lima belas” kak Azam belum kasih tau semuanya
“kalau Idzhar, kakak udah kasih tau, kan, apa Fa termasuk di dalamnya?”
“tidak”
“nah, sekarang kau tentu tau jawabannya, satu lagi yang mesti dibiasakan, panggil kakak aja, ga usah pake nama ga sopan”
Baru setahun ini kak Azam mengajarku, yang saat itu aku baru menamatkan iqro enam, saat itu ia masih terlihat baik-baik saja meski tubuhnya terlihat semakin kurus, aku tak tau apa yang terjadi, setauku kak Azam pulang dari pesantren karena sudah selesai Tsanawiyyah dan akan melanjutkan ke Aliyyah di pesantren yang berbeda.
Awalnya aku mengiyakan, karena alasan cukup berlogika, namun hampir sebulan pasca tahun ajaran baru, kak Azam belum mengurusi pendaftaran ke Aliyyah manapun dan tak ada tanda akan kembali ke ponpes, aku mulai curiga, hingga akhirnya tau semua yang disembunyikan.
“emang Mifa gak ingin ya, kakak tetap dirumah?” tanyanya saat aku bertanya kenapa belum kembali kepesantren
“yee, tidak kak, malah Mifa seneng, kan kakak bisa ngajarin Mifa sampai khatam” jawabku sambil memperhatikan kak Azam yang sibuk dengan notebooknya
“Mifa tau ga siapa yang menghidupkan kita” tanyanya
“Allah..!” jawabku enteng
“kalau begitu, Allah juga yang mematikan kita, nah kalo urusan mati, mau kakak dulu atau Mifa dulu?”
Sejenak aku diam dan berfikir “yang tua dulu dong kak, haha” candaku
Kak Azam tertawa pelan “kalo benar kakak mati duluan, Mifa jangan nangis ya, kan Mifa sendiri yang minta, hehe!”
“yee pede, sayang tau air mata Mifa kalau hanya untuk nangisin kakak” celetukku, padahal aku begitu takut jauh darinya, jangankan untuk mati, waktu dia di pesantren saja, aku suka nangis sendiri ngangenin dia.
Tidak adakah kata yang lebih sederhana untuk mengganti nama penyakit kanker atau karsinoma nasofaring lebih tepatnya, sehingga musibah ini tak perlu seperti kisah novel atau sinetron, hingga tak membuatku berdiri di puncak ketakutan yang maha tinggi, tidak adakah pilihan lain, Yaa Allah..?
Bagiku kak Azam begitu istimewa, sehingga Engkau perintahkan sel-sel jahat itu bersarang di belakang rongga hidungnya, bahkan kini telah menyebar pada organ tubuh lainnya, dan dengan mudah Engkau mengambilnya dari sisi kami. Tidak adakah cara yang lebih halus untuk ia memenuhi panggilan-Mu Yaa Allah..?
Aku tak suka kakak ku melawan penyakit itu hingga ia menitikan air mata menahan sakit yang membabi buta ketika radioterapi menyebabkan beberapa komplikasi. Aku tidak suka wajah tampannya terenggut akibat pembengkakan pada leher hingga wajah, apalagi suara indahnya yang ikut terampas, suara indah yang hanya dia yang punya, yang mengantarnya menjadi Qori internasional 3 tahun lalu, suara indah yang kudengar ba’da magrib dan subuh di balik pintu itu.
Bagaimana bisa Yaa Allah, Kau buat orang sebaik dia menderita seperti itu bahkan masih bisa mengatakan apa yang ia terima adalah sesuatu yang baik.
“bagi orang-orang beriman, segala keadaan tetap akan menjadi kebaikan, Rasulullah bersabda seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu menjadi baik baginya, jika ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya, jika ia tertimpa kesusahan ia bersabar dan itu baik baginya” katanya saat aku menangis di samping pembaringannya, suaranya yang pelan dan parau membuat tangisku semakin hebat
“katanya Allah itu maha adil, tapi kenapa Dia memberikan penyakit itu pada kakak, kakak kan rajin sholat, puasa sunnat dan rajin baca Al-Qur’an juga bahkan hampir hafal semuanya, kenapa gak orang jahat aja yang punya penyakit itu?”
“kakak juga rajin marahin kamu” ia tertawa pelan sambil mengelus rambutku yang tergerai, mata cekungnya yang mulai mengabur menatapku
“Mifa rela dimarahin terus, asal kakak tetap bersama Mifa”
Ia tersenyum merengkuhku hangat meski tubuhnya begitu dingin. “Allah sayang kakak, Mifa juga Bunda dan Ayah, Dia yang berkuasa atas hidup mati kita, terserah Dia mau apakan kita, tinggal kita menerima dengan ikhlas”
Ia sungguh dewasa, 3 tahun jauh dari Ayah Bunda membuatnya menjadi pribadi yang bijak, usianya 16 tahun tapi pemikirannya jauh dari anak-anak di atasnya.
“Mifa, kenapa makanannya dibiarkan begitu?” aku terhenyak menatap ayah yang sudah kembali dari sholat Isya, wajahnya mirip kak Azam, aku tau lelaki tua itu lebih takut kehilangan puteranya, tapi setidaknya ia sudah menghabiskan banyak waktu bersama kak Azam, sementara aku baru setahun bisa dekat dengannya, Ahh setidaknya Allah memberi kesempatan.
“Ayah tau ga, kenapa Mifa ga ingin ke pesantren seperti kak Azam” ayah diam menungguku menjawab sendiri pertanyaan itu.
“karena Mifa ingin selalu bersama ayah bunda, tapi kak Azam mengajarkan satu hal, semakin jauh jarak anak dan orang tua, semakin dekat batin keduanya, lulus SD nanti Mifa ingin ke pesantren, yah..!”
Ayah mencium puncak kepalaku, aku menangis dalam pelukannya.
***
Aku, Ayah dan Bunda berdiri di samping kak Azam yang telah membuka mata, bahagia bukan buatan saat Bunda memberitahu bahwa kak Azam sudah sadar dari koma, ia tersenyum tipis padaku, ia sudah tak bisa bicara lagi penyakit itu telah merusak pita suaranya yang indah, yang dibanggakan semua orang saat suara itu menggemakan kalam-kalam Illahi.
“kok aneh ya, suara kak Azam indah?”
“karena nama kakak Azam, makanya suaranya sebening air zamzam, jadi jangan panggil kakak dengan nama jelek itu lagi..!” bangganya sambil melempar bantal ke arahku.
Aku cemberut “mentang-mentang udah terkenal, aku do’ain suaranya jadi jelek kayak bebek”
Tadinya aku hanya bercanda, tapi ternyata bagi Allah itu benar-benar do’a, aku sedih, menyesal seharusnya aku tidak bermain-main dengan lisanku.
“apa kak, kakak ingin bicara apa?” tanya bunda melihat bibir kak Azam bergerak kecil.
Kak Azam menatapku lalu melirik al-Qur’an di atas meja. Aku tau maksudnya, segera aku meraihnya dan duduk di kursi hati-hati ku buka surah al-Mulk, surah favorit kak Azam yang seminggu ini kucoba hafalkan, aku ingin seperti dia yang hafal surah-surah selain juz ‘amma.
??? ???? ?????? ??????
????? ???? ???? ????? ? ???????? ???????
Aku memulai, ayah diam menyimak, bunda mendekap kak Azam yang menatapku serius. Keadaan sunyi, hanya suaraku yang menjadi pengiring malam ini. Mengundang seseorang masuk dan makin banyak yang mengikuti, aku tak tau siapa itu, kehadirannya menghangatkan ruangan ini, mereka menyaksikan adegan mengharu biru ini.
“ma..hh.a..sih” ujarnya sangat pelan begitu aku selesai membaca kalam Allah itu. Aku perhatikan wajahnya diguyur keringat dingin bercampur debit darah yang deras meluncur dari dalam hidungnya, sederas air mataku yang tanpa kusadar sudah berlompatan dari kelopak mataku, napasnya memberat dan tubuhnya melemas, ia kembali tidur, tapi bukan untuk bangun kembali.
Ibu menangis ketika ayah mengucapkan “Innalillahi wainnailaihiroji’un” kalimat itu bagai hantaman batu-batu ababil, tapi air mata ini tak bisa mengubah ketentuan-Mu Yaa Allah, aku pernah bilang tidak akan menangis jika dia Engkau panggil, tapi aku tak bisa melakukan itu.
“tahukah kau, Mifa, saat kau baca kalam Illahi itu, para malaikat berjalan di belakang Izroil, membacakan doa buat kakakmu, menjemputnya menuju kebahagiaan yang sebenarnya, sungguh orang yang menganggap cobaan berat yang menimpa itu sesuatu yang baik, maka ia adalah sungguh-sungguh manusia terbaik”
"hidup adlah sebuah mimpi,, mimpi yang harus di wujudkan,,,"
" jadi wujudkanlah apa yang kalian IMPIKAN selama ini " ^_^
Selasa, 18 Desember 2012
Peninggalan Zaman Prasejarah di indonesia
Peninggalan Zaman Prasejarah di Indonesia
Pada kesempatan kali ini, saya kepengen share tentang Peninggalan Zaman
Prasejarah Indonesia. Zaman Prasejarah tidak meninggalkan bukti-bukti berupa
tulisan. Zaman prasejarah hanya meninggalkan benda-benda atau alat-alat hasil
kebudayaan manusia. Peninggalan seperti itu disebut dengan artefak. Artefak
dari zaman prasejarah terbuat dari batu (Zaman batu atau teknologi
zaman batu) tanah liat dan perunggu.
Berikut ini peninggalan zaman prasejarah di Indonesia:
Kapak Genggam
Disebut juga dengan kapak perimbas. Alat ini berupa batu
yang dibentuk menjadi semacam kapak. Teknik pembuatannya masih kasar, bagian
tajam hanya pada satu sisi. Alat tersebut belum bertangkai, dan digunakan
dengan cara digenggam. Tempat ditemukannya antara lain di Lahat Sumsel,
Kalianda Lampung, Awangbangkal Kalsel, Cabbenge Sulsel dan trunyan Bali.
Alat Serpih
Merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang
dibentuk menjadi tajam. Alat tersebut berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk
dan pisau. Tempat ditemukannya di Punung, Sangiran, dan Ngandong (lembah Sungai
Bengawan Solo); Gombong Jateng; lahat; Cabbenge; dan Mengeruda Flores NTT.
Sumatralith
Nama lainnya adalah Kapak genggam Sumatera. Teknik
pembuatannya lebih halus dari kapak perimbas. Bagian tajam sudah di kedua sisi.
Cara menggunakannya masih digenggam. Tempat ditemukannya di Lhokseumawe Aceh
dan Binjai Sumut.
Beliung persegi
Merupakan alat dengan permukaan memanjang dan berbentuk
persegi empat. Seluruh permukaan alat tersebut telah digosok halus. Sisi
pangkal diikat pada tangkai, sisi depan diasah sampai tajam. Beliung persegi
berukuran besar berfungsi sebagai cangkul. Sedangkan yang berukuran kecil
berfungsi sebagai alat pengukir rumah atau pahat. Tempat ditemukan di Sumatera,
jawa, bali, Lombok dan Sulawesi.
Kapak Lonjong
Merupakan alat berbentuk lonjong. Seluruh permukaan alat
tersebut telah digosok halus. Sisi pangkal agak runcing dan diikat pada
tangkai. Sisi depan lebih melebar dan diasah sampai tajam. Alat ini
digunakan untuk memotong kayu dan berburu. Ditemukan di Sulawesi, Flores,
Tanimbar, maluku dan papua.
Mata panah
Merupakan alat berburu yang sangat urgent. Sealin untuk
berburu, mata panah digunakan untuk menangkap ikan, mata panah dibuat
bergerigi. Selain terbuat dari batu, mata panah juga terbuat dari tulang.
Ditemukan di Gua Lawa, Gua Gede, Gua petpuruh (Jatim), Gua Cakondo, Gua Tomatoa
kacicang, Gua Saripa (sulsel).
Alat dari tanah liat
Alat dari tanah liat antara lain Gerabah, alat ini dibuat
secara sederhana, tapi pada masa perundagian alat tersebut dibuat dengan teknik
yang lebih maju.
Bangunan megalithik
Bangunan megalithik adalah bangunan-bangunan yang terbuat
dari batu besar didirikan untuk keperluan kepercayaan. Untuk detailnya mohon
kunjungi Disini.
di atas adalah beberapa peninggalan manusia pada zaman prasejarah yang ada di indonesia,,,
dan masih banyak lagi peninggalan pra sejarah di indonesia yang lainnya,,
Kutipan
"Manusia pada zaman Dulu selalu berfikir dan berusahan untuk maju dan berkembang,,dan manusia di zaman sekarang hanya melanjutkan dan menikmatinya nya.
Kesimpulannya Manusia zaman dulu dengan zaman sekarang lebih baik manusia zaman dulu,, dan jangan sia-siakan"
^_^ maaf jika katanya aneh nmnya baru belajar eheheheh ^_^
Kesimpulannya Manusia zaman dulu dengan zaman sekarang lebih baik manusia zaman dulu,, dan jangan sia-siakan"
^_^ maaf jika katanya aneh nmnya baru belajar eheheheh ^_^
Salma net & Cell Kaibahan depan SMA N 1 Kesesi
Masalah Ekonomi
1.
GUNA ATAU MANFAAT BARANG
Ø
Kegunaan
bentuk (Form Utility)
suatu
barang akan lebih berguna jika di ubah dari bentuk asalnya
contoh:
kayu è perabot rumah tangga
Ø
kegunaan
tempat (Utility of place)
suatu
barang akan lebih berguna jika berada pada tempat yang tepat
contoh:
jaket è tempat yang dingin
Ø
kegunaan
Kepemilikan (Ownrship Utility)
suatu
barang akan lebih berguna jika di sewa/ dimiliki oleh orang yang membuthkan
contoh: buku ditoko buku akan lebih berguna jika dimiliki oleh pelajar
contoh: buku ditoko buku akan lebih berguna jika dimiliki oleh pelajar
Ø
kegunaan
pelayanan (Service Utility)
suatu
barang akan lebih berguna jika dapat memberikan jasa
contoh:
TV è untuk siaran
Ø
kegunaan
waktu
suatu
barang akan lebih bermanfaat jika digunakan pd waktu yg tepat
contoh:
jas hujan è saat hujan
Ø
kegunaan
dasar (Elementary Utility)
adalah
peningkatan dari bahan dasar menjadi barang yang lebih berguna dari pada bahan
asalnya
contoh:
kapas è benang è kain è baju
2.
NILAI
GUNA BARANG
suatu
barang menjadi berarti jika mempunyai guna dan nilai bagi manusia. berguna
(barang tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hdup) bernilai
(mempunyai kemampuan untuk memnuhi kebutuhan manusia)
- Nilai Pakai
- nilai pakai objektif adalah kemampuan suatu barang karena dan jas tersebut dapat digunakan untuk memenuhi / memuaskan kebutuhan manusia pada umumnya
- nilai pakai subjektif adalah nilai yang diberikan seseorang terhadap suatu barang dan jasa karena barang dan jasa tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya
- Nilai tukar
- nilai tukar objektif adalah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukar dengan barang dan jasa jenis lain
- nilai tukar subjektif adalah nilai yang diberikan seseorang terhadap suatu barang dan jasa karena bisa ditukar dengan brang dan jasa lain untuk memenuhi kebutuhan
Manfaat Dan Nilai Suatu Barang
PENGERTIAN
Manfaat dari suatu barang adalah kemampuan dari barang itu untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan manusia. Manfaat suatu barang dapat bersifat subjektif, artinya bergantung pada orang yang membutuhkannya dan hanya dapat diukur dengan menggunakan tingkat intensitas kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh barang itu.
Suatu Barang akan terasa manfaatnya apabila:
1. Sudah diubah bentuknya
misalnya: rotan di hutan akan lebih bermanfaat bila sudah dirubah bentuk menjadi kursi, meja, lemari.
2. Sudah dipindahkan tempatnya
misalnya: pasir dipantai akan lebih bermanfaat bila sudah dipindahkan ketempat bangunan.
3. Sesuai waktu penggunaannya
misalnya: jas hujan dan payung akan lebih bermanfaat bila digunakan pada musim hujan.
4. Sudah berpindah kepemilikan
misalnya: rumah akan bertambah nilai kegunaannya bila sudah dibeli dan dimiliki.
Nilai Pakai adalah kemampuan suatu barang atau jasa yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan.Terdiri dari:
Nilai Pakai Objektif adalah kemampuan suatu barang atau jasa untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan manusia.
(misal: pakaian, perhiasan)
Nilai Pakai Subjektif adalah suatu arti yang diberikan oleh seseorang atas suatu barang / jasa tertentu sesuai kemampuan barang itu dalam memenuhi kebutuhannya.
(misal: buku pelajaran memiliki arti yang berguna bagi pelajar)
Nilai Tukar adalah kemampuan suatu barang untuk dapat dipertukarkan dengan barang lain.Terdiri dari:
Nilai Tukar Objektif adalah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang lain, nilai tukar objektif ditentukan oleh adanya hubungan tukar-menukar.
Nilai Tukar Subjektif adalah arti yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu barang berdasarkan kesanggupan barang tersebut untuk dipertukarkan.
PENGERTIAN
Manfaat dari suatu barang adalah kemampuan dari barang itu untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan manusia. Manfaat suatu barang dapat bersifat subjektif, artinya bergantung pada orang yang membutuhkannya dan hanya dapat diukur dengan menggunakan tingkat intensitas kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh barang itu.
Suatu Barang akan terasa manfaatnya apabila:
1. Sudah diubah bentuknya
misalnya: rotan di hutan akan lebih bermanfaat bila sudah dirubah bentuk menjadi kursi, meja, lemari.
2. Sudah dipindahkan tempatnya
misalnya: pasir dipantai akan lebih bermanfaat bila sudah dipindahkan ketempat bangunan.
3. Sesuai waktu penggunaannya
misalnya: jas hujan dan payung akan lebih bermanfaat bila digunakan pada musim hujan.
4. Sudah berpindah kepemilikan
misalnya: rumah akan bertambah nilai kegunaannya bila sudah dibeli dan dimiliki.
Nilai Pakai adalah kemampuan suatu barang atau jasa yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan.Terdiri dari:
Nilai Pakai Objektif adalah kemampuan suatu barang atau jasa untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan manusia.
(misal: pakaian, perhiasan)
Nilai Pakai Subjektif adalah suatu arti yang diberikan oleh seseorang atas suatu barang / jasa tertentu sesuai kemampuan barang itu dalam memenuhi kebutuhannya.
(misal: buku pelajaran memiliki arti yang berguna bagi pelajar)
Nilai Tukar adalah kemampuan suatu barang untuk dapat dipertukarkan dengan barang lain.Terdiri dari:
Nilai Tukar Objektif adalah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang lain, nilai tukar objektif ditentukan oleh adanya hubungan tukar-menukar.
Nilai Tukar Subjektif adalah arti yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu barang berdasarkan kesanggupan barang tersebut untuk dipertukarkan.
Manfaat barang
Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menciptakan barang dan jasa. Barang
merupakan alat pemenuhan kebutuhan yang dapat dilihat, diraba, dan ditimbang.
Jasa merupakan alat pemenuhan kebutuhan yang tidak bisa dilihat, diraba atau
ditimbang, tetapi dapat dirasakan manfaatnya.
Suatu barang atau jasa akan memiliki kegunaan apabila mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan pada manusia. Berikut ini adalah macam-macam kegunaan barang.
a. Kegunaan dasar atau elementary utility, yaitu peningkatan kegunaan suatu bahan dasar yang telah diolah menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi yang siap dikonsumsi. Misalnya tepung gandum diproses menjadi roti.
b. Kegunaan bentuk atau form utility, yaitu kegunaan suatu barang setelah bentuknya diubah. Misalnya kayu gelondongan diubah bentuknya menjadi perabotan rumah tangga.
c. Kegunaan tempat atau place utility, yaitu kegunaan suatu barang setelah dipindahkan ke tempat lain yang membutuhkan barang tersebut. Misalnya pasir di sungai dipindahkan ke kota sebagai bahan bangunan.
d. Kegunaan waktu atau time utility, yaitu kegunaan suatu barang apabila digunakan pada saat-saat tertentu. Misalnya kipas angin digunakan pada saat udara sedang panas atau penghangat ruangan digunakan pada saat cuaca sedang dingin.
e. Kegunaan kepemilikan atau ownership utility, yaitu kegunaan suatu barang setelah barang tersebut dimiliki oleh seseorang. Misalnya buku pelajaran di toko buku akan berguna jika sudah dibeli dan dibaca oleh pelajar.
f. Kegunaan pelayanan atau service utility, yaitu kegunaan suatu barang apabila disertai jasa tertentu. Misalnya televisi akan berguna jika ada jasa siaran televisi.
Biaya peluang
Suatu barang atau jasa akan memiliki kegunaan apabila mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan pada manusia. Berikut ini adalah macam-macam kegunaan barang.
a. Kegunaan dasar atau elementary utility, yaitu peningkatan kegunaan suatu bahan dasar yang telah diolah menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi yang siap dikonsumsi. Misalnya tepung gandum diproses menjadi roti.
b. Kegunaan bentuk atau form utility, yaitu kegunaan suatu barang setelah bentuknya diubah. Misalnya kayu gelondongan diubah bentuknya menjadi perabotan rumah tangga.
c. Kegunaan tempat atau place utility, yaitu kegunaan suatu barang setelah dipindahkan ke tempat lain yang membutuhkan barang tersebut. Misalnya pasir di sungai dipindahkan ke kota sebagai bahan bangunan.
d. Kegunaan waktu atau time utility, yaitu kegunaan suatu barang apabila digunakan pada saat-saat tertentu. Misalnya kipas angin digunakan pada saat udara sedang panas atau penghangat ruangan digunakan pada saat cuaca sedang dingin.
e. Kegunaan kepemilikan atau ownership utility, yaitu kegunaan suatu barang setelah barang tersebut dimiliki oleh seseorang. Misalnya buku pelajaran di toko buku akan berguna jika sudah dibeli dan dibaca oleh pelajar.
f. Kegunaan pelayanan atau service utility, yaitu kegunaan suatu barang apabila disertai jasa tertentu. Misalnya televisi akan berguna jika ada jasa siaran televisi.
Biaya peluang
Biaya peluang atau biaya kesempatan (bahasa Inggris: Opportunity
Cost) adalah biaya yang dikeluarkan ketika memilih suatu
kegiatan. Berbeda dengan biaya sehari-hari, biaya peluang muncul dari kegiatan alternatif yang tidak bisa kita
lakukan. Sebagai contoh, misalkan seseorang memiliki uang Rp 10.000.000. Dengan
uang sebesar itu, ia memiliki kesempatan untuk bertamasya ke Bali atau membeli
sebuah TV. Jika ia memilih untuk membeli TV, ia akan kehilangan kesempatan
untuk menikmati keindahan Bali; begitu pula sebaliknya, apabila ia memilih
untuk bertamasya ke Bali, ia akan kehilangan kesempatan untuk menonton TV.
"Kesempatan yang hilang" itulah yang disebut sebagai biaya peluang
Masalah Pokok Ekonomi
Pokok masalah ekonomi ada tiga, yaitu: produksi,
konsumsi dan distribusi.
-
|
Produksi, menyangkut masalah
usaha atau kegiatan mencipta atau menambah kegunaan suatu benda.
|
|
-
|
Konsumsi, menyangkut kegiatan
menghabiskan atau mengurangi kegunaan suatu benda.
|
|
-
|
Distribusi, menyangkut kegiatan
menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen.
|
Pokok masalah tadi selanjutnya diperluas oleh
aliran ekonomi modern, yaitu apa dan berapa, bagaimana, dan untuk siapa barang
diproduksi.
-
|
Apa dan Berapa (What).
Masalah ini menyangkut persoalan jenis dan jumlah barang/jasa yang perlu diproduksi agar sesuai kebutuhan masyarakat: apakah bahan makanan yang dipilih? – apakah pakaian, tempat tinggal atau jasa lain? – serta berapa banyak barang tersebut diproduksi? |
||
-
|
Bagaimana (How)
|
|
|
|
|
Setelah jenis dan jumlah produksi
dipilih, persoalan yang harus dipecahkan adalah: bagaimana barang tersebut
diproduksi? – siapa yang memproduksi? – sumber daya apa yang digunakan? –
teknologi apa yang digunakan?
|
|
-
|
Untuk siapa.
Setelah pemecahan persoalan bagaimana memproduksi lebih lanjut adalah: untuk siapa ( for whom) barang yang akan diproduksi? – siapa yang harus menikmati?
Untuk lebih memahami pokok persoalan ekonomi
aliran klasik dan modern, coba lengkapi tabel berikut!
Menghadapi masalah pokok ekonomi tersebut,
bagaimana kita memecahkan pokok persoalan itu?
Secara garis besar, kita mengenal empat sistem
ekonomi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan situasi kondisi dan ideologi
negara yang bersangkutan. Keempat sistem ekonomi tersebut adalah sistem
ekonomi tradisional, sistem ekonomi terpusat, sistem ekonomi pasar dan sistem
ekonomi campuran.
|
-
|
Sistem Ekonomi Tradisional
Sistem ekonomi ini merupakan sistem ekonomi yang dijalankan secara bersama untuk kepentingan bersama (demokratis), sesuai dengan tata cara yang biasa ditempuh oleh nenek moyang sebelumnya.
Dalam sistem ini segala barang dan jasa yang
diperlukan, dipenuhi sendiri oleh masyarakat itu sendiri. Tentunya Anda akan
bertanya apa tugas pemerintah dalam sistem ekonomi tradisional ini?
Dalam sistem ekonomi tradisional, tugas
pemerintah hanya terbatas memberikan perlindungan dalam bentuk pertahanan,
dan menjaga ketertiban umum. Dengan kata lain kegiatan ekonomi yaitu masalah
apa dan berapa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi semuanya diatur
oleh masyarakat.
Pada umumnya, sistem perekonomian ini berlaku
pada negara-negara yang belum maju, dan mulai ditinggalkan.
|
-
|
Sistem Ekonomi Terpusat
Pada sistem ekonomi ini, pemerintah bertindak sangat aktif, segala kebutuhan hidup termasuk keamanan dan pertahanan direncanakan oleh pemerintah secara terpusat. Pelaksanaan dilakukan oleh daerah-daerah di bawah satu komando dari pusat.
Dengan demikian, masalah apa dan berapa,
bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi, semuanya diatur oleh pemerintah
secara terpusat. Kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi dibatasi sehingga
inisiatif perorangan tidak dapat berkembang.
Pada umumnya sistem ekonomi terpusat ini
diterapkan pada negara-negara yang menganut paham komunis. Namun karena
kurang sesuai dengan aspirasi rakyat, akhir-akhir ini sudah ditinggalkan.
|
-
|
Sistem Ekonomi Pasar
Pada sistem ekonomi pasar, kehidupan ekonomi diharapkan dapat berjalan bebas sesuai dengan mekanisme pasar.
Siapa saja bebas memproduksi barang dan jasa,
sehingga mendorong masyarakat untuk bekerja lebih giat dan efisien. Dengan
demikian bagi produsen memungkinkan memperoleh laba sebesar-besarnya. Jika
barang atau jasa dapat dipasarkan, pada akhirnya produsen akan menyesuaikan
dengan keinginan dan daya beli konsumen.
Salah satu ciri sistem ekonomi pasar adalah
berlakunya persaingan secara bebas. Akibatnya yang kuat bertambah kuat,
sedang yang lemah semakin terdesak tidak berdaya. Untuk mengatasi keadaan itu
pemerintah ikut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan yang
dianggap perlu, sehingga terbentuk sistem ekonomi pasar yang terkendali,
bukan ekonomi bebas lagi.
|
-
|
Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran pada umumnya ditetapkan pada negara-negara berkembang. Dalam sistem ini sektor swasta dan pemerintah sama-sama diakui. Hal ini berarti di samping sektor swasta, terdapat pula badan perencana negara yang merencanakan arah dan perkembangan ekonomi.
Sistem ekonomi campuran ini dasarnya merupakan
perpaduan antara sistem ekonomi terpusat dengan sistem ekonomi pasar.
|
Semoga Bermfaat . . . . ^_^
Berdo'a dan Berusaha akan Menghasilkan Kekuatan yg besar bagi kita,,,,,,,,,, Atur Nuhun.. ^_^
Langganan:
Postingan (Atom)